Medan – Baru-baru ini publik diramaikan dengan giat DPR akan mengajukan Angket dugaan kecurangan Pemilu. Jadi pertanyaan di masyarakat bahwa Angket itu untuk apa?
Untuk membatalkan hasil Pemilu? Perlu diketahui Angket ini diusulkan oleh PDIP akibat kalahnya Ganjar/Mahmud dalam pertarungan pilpres 2024 dengan menempati nomor buncit alias nomor tiga dari tiga kontestan. Menurut hasil quick count LSI, Parbowo/Gibran mencapai 57,46 persen, Anies/Muhaimin 25,30 persen terakhir Ganjar/Mahfud 17,23 persen.
Para pendukung hak angket selain PDIP ikut konconya PKB dan PKS. Menurut Henry Robby Tanauma yang pemerhati politik juga Wakil Ketua DPW SPRI Sumut saat berbincang bincang di Universitas Battuta, Jalan Sekip Seikambing, Medan, menyatakan dalam hukum administrasi negara memang ada Hak Angket DPR, itu hak mutlak, yang jadi persoalan adalah pengusulan adanya kecurangan Pemilu, seharusnya jalur melalui mekanisme Mahkamah Konstitusi dalam UU No. 24 tahun 2003.
Menurut Robby kemungkinan Mahfud yang mengusulkan untuk di Angket kan mengingat beliau pernah menjadi Hakim di MK karena di MK sendiri tidak ada UU Acara MK. Jikapun diangketkan, hasil KPU tidak bisa dibatalkan, kalau pun dibatalkan, apakah Pemilu diulangi?
Jika diulangi, berapa biaya yang harus dikeluarkan negara. Kecurangan Pemilu bukan saja terjadi pada pilpres tapi di legislatif baik DPR maupun DPRD tingkat I dan DPRD tingkat II, di DPRD tingkat II pun lebih parah karena aparat desa pun ikut “memaksa” warga memilih, jika tidak memilih, ada pengancaman bansos tidak akan dicairkan.
“Seharusnya para petinggi partai harus memiliki jiwa patriot, rela berkorban, berpikir positif dan berjiwa besar, jangan mengedepankan ego agar supaya NKRI tetap aman tentram Kertarahaja,” pungkasnya.
(TP/Rby)